Rabu, 08 April 2009

Terasa begitu berat

Menatap mentari yang akan tenggelam 

Mata saling menatap seakan bicara, sudah saatnya berpisah.

Kala perpisahan telah terjadi 

Ku berharap pagi akan segera datang 

Ku dambakan esok segera bersama

Mengukir perjalanan kisah bersama.

Sore yang memisahkan

Hati yang terus bicara 

Rasanya ingin selalu bersama 

Tanpa harus melewati malam

Menunggu pagi tiba.

Selamat tinggal untuk hari ini

Esok akan jumpa

Di hatimu pasti menanti

Berharap malam segera berlalu

Mencarimu,karena rasa sesal

kamu pun tidak menyadari indahnya dirimu.

Menemukanmu menjadi sesuatu yang harus

Karena rasaku membutuhkanmu.

Semua rahasia dan semua pertanyaanmu

Bisakah kita kembali kepada awal

Seperti sebuah lingkaran, yang membentuk cerita

Sungguh, imajinasiku adalah milikmu.

Mereka bicara ini mudah

Kita berpisah untuk berjumpa, kata mereka.

Ini tak mudah 

Sungguh tak mudah yang terlintas.

aku hanya menebak dan membentuk untuk sebuah cerita

Sesuatu yang logis, kebersamaan kita adalah sebuah proses.

Rasamu untukku, kembali mengikuti kepada awal seperti lingkaran.

Ku mencari akhir untuk kembali ke permulaan.

cinta dan sang waktu

Tersebutlah sebuah pulau dengan penghuni makhluk-makhluk abstrak, seperti kekayaan, kesedihan, kecantikan, kegembiraan dan sejenisnya termasuk cinta. Kekayaan, kegembiraan dan kecantikan adalah bersahabat erat antara sesamanya termasuk dengan cinta. Terlepas dari semua itu, keseluruhan penghuni pulau itu dapat dikatakan hidup dengan rukun, aman, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem karto raharjo. 


Hingga suatu hari, hujan deras tiada henti-hentinya mengguyur yang berakibat permukaan air laut makin meninggi dan terus meninggi hingga pulau itu diterjang banjir. Permukaan air yang makin tinggi itu membuat seluruh penghuni pulau mulai berkemas menyelamatkan diri masing-masing, termasuk cinta. Celakanya dia tidak pandai berenang. Cinta hanya berdiri di depan rumahnya dengan berbekal persediaan seadanya, mengharapkan pertolongan yang akan diberikan oleh penghuni pulau yang lain. 


Tak lama, kekayaan lewat dengan perahunya. Cinta segera berteriak “Kekayaan, aku numpang ke perahumu ya, aku ikut hingga ke tempat pengungsian terdekat!” 


“Kekayaan dengan wajah datar menjawab, “Tidak ada lagi tempat untukmu cinta, tidakkah kau lihat perahuku sudah penuh dengan harta bendaku, tunggulah perahu yang lain.” Kekayaan berlalu. Cinta hanya terpekur sedih. 


Kemudian kegembiraan lewat pula dengan perahunya, dan kembali cinta memanggil-manggilnya untuk mohon pertolongan. Tetapi kegembiraan yang tengah tertawa-tawa karena terlalu senang mendapat sebuah perahu itu tidak mendengar teriakan cinta. Ia pun berlalu dan cinta semakin sedih. 


Setelah itu kecantikan juga melintas tetapi dia hanya menjawab dengan perasaan jijik, “Maaf cinta, aku tidak bersedia menaikkan dirimu yang basah dan kotor, apa jadinya nanti perahuku yang cantik ini bila ditumpangi olehmu yang menjijikkan itu, tunggulah perahu yang lain.” 


Pun demikian ketika kesedihan melintas, hanya menatap dengan muram kepada cinta, “Cinta, aku sedang sedih, aku hanya ingin sendiri, janganlah menggangguku. Tunggulah hingga air surut!” 


Cinta mulai menangis, air pun semakin tinggi hingga mencapai leher. Disaat cinta telah didera putus asa yang dalam, sebauh perahu yang ditumpangi seorang kakek-kakek tua melintas. Kakek tua itu berteriak “Cinta! Segeralah kemari pulau ini akan segera tenggelam, kita harus mencari perlindungan!” katanya sambil mendekat dan meraih tangan cinta untuk membantunya naik ke perahu. Segeralah mereka berlalu dan hanya beberapa saat kemudian pulau itu benar-benar lenyap, tenggelam. Cinta dan orang tua itu melaju tenang hingga ke pulau terdekat, dan dia menurunkan cinta disana. “Nah cinta, kita akan menepi, tinggallah di pulau ini, aku akan meneruskan perjalananku.” 


Cinta turun dan pamit, lalu kakek tua itupun berlalu. “astaga” Cinta berseru, “Aku lupa berterima kasih pada kakek itu, dan aku sampai tidak tahu siapa dia yang telah memberikan pertolongan itu. 


Dengan perasaan sesal cinta berjalan, hingga menemui seseorang yang dijadikannya tempat bertanya. “Siapa kakek itu?” 


Penduduk pulau itu menjawab “Dia waktu.” 


Mengapa dia menolongku, sementara sahabat-sahabatku sendiri, kekayaan, kecantikan, kegembiraan malah lebih mementingkan diri sendiri disaat semestinya sesama makhluk harus saling menolong?” 




“Iya, karena hanya waktu yang mengerti dirimu.”

Rabu, 01 April 2009

Cinta Cuma Satu

Telah aku maafkan
Semua kesalahanmu
Asal kau mau berjanji
Tidak mengulangnya lagi

* Telah aku terima
Sakitnya dikhianati
Sedalam cintaku ini
Selama hidupku ini

Hatiku cuma ada satu
Sudah untuk mencintaimu
Tolong jangan sakiti lagi
Nanti aku bisa mati
Cintaku cuma sama kamu
Sayangku cuma untuk kamu
Tolong jangan hancurkan lagi
Nanti aku bisa mati